Minggu, 24 Desember 2017

Cerita Seks Tante Imut Imut Yang Jago Ngemut

AsiaBet8-Suatu hari sekitar pukul 8 pagi,aku dibangunkan oleh kakakku,
“He bangun..bangun…udah siang..tidur aja kerjanya…” kata kakakku membangunkanku sambil mengoyak-oyak tubuhku bertubi-tubi.
“Apaan sih kak…lagi enak-enaknya mimpi malah dibangunin ganggu aja” kataku kesal.
“Cepat bangun…aku mau nyuruh kamu ke rumah tante Siska…nanti tak kasih uang bensin sama uang rokokmu” sahut kakakku.
Dalam batinku “Waaahhh uang nih…lumayan buat isi dompetku yang kering kerontang..hehehhee…”. Segera aku bergegas bangun dari ranjangku.
“Udah sana buruan mandi…ga enak sama tante Siska yang udah nunggu…soalnya aku kemarin udah janji sama dia mau bayar baju yang aku pesan jam 8 pagi” ucap kakakku.
“Siap bos” jawabku.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, aku segera keluar kamar.
“Sebelum berangkat tuh makan dulu” kata kakakku sambil menunjuk meja makan, yang udah tersedia semangkok Soto hangat. Langsung saja aku sikat tuh soto yang udah menggiurkan, apalagi perut ini udah mulai keroncongan karena lapar.
“Ni uang 50rb untuk bayar ke tante Siska dan ini 50rb uang buat beli bensin dan rokokmu” kata kakakku sembari memberikan uang padaku.
“Asyiiikkk…tumben nih ngasih aku sebanyak ini, baru cair ya tao dapat jatah bulanan dari si Toha?” kataku menggoda kakakku.
Nasib kakakku bisa dibilang lumayan baik. Dia mempunyai suami yang umurnya jauh lebih tua dari dia namanya Toha. Meskipun tua si Toha uangnya banyak. Kalo dilihat sih kakakku sama Toha ga kayak suami istri malah bisa dibilang kayak bapak dengan anaknya. Jaman sekarang memang sudah gila, cinta bisa dibeli dengan uang..hahaha…
Setelah selesai sarapan aku segera mengendarai motorku langsung meluncur ke TKP, ke rumah tante Siska yang imut-imut. Tak berapa lama sampai juga aku di rumah tante Siska. Kuketok pintu rumahnya. Seketika muncul, cewek seksi membukakan pintu. Terbelalak mata ini saat melihatnya sampai tidak berkedip aku dibuatnya. Aku melihat pemandangan indah di pagi ini, sungguh anugerah yang menyehatkan mata yang masih belekan ini. Saat itu tante Siska masih menggunakan lingerie tipis berwarna merah muda membukakan pintu rumahnya untukku.
“Oh kamu Jaka…sini masuk dulu, tumben-tumbenan kamu main ke rumah tante, pasti kamu disuruh sama kakak kamu ya?” ucap centil tante Siska.
Akupun lantas masuk ke rumahnya dan duduk di sofa. Pikiran dan mataku tak sedikitpun berpaling dari keseksian tubuh tante Siska.

“Tunggu sebentar ya Jaka, tante buatin teh hangat dulu” ucap tante Siska sembari berjalan menuju dapur.
Lagi asyik-asyiknya melamunkan kemolekan tubuh tante Siska tiba-tiba terdengar suara orang berbicara.
“Mah…aku berangkar kerja dulu ya…” suara suami tante Siska.
Dia berjalan di depanku, om Firman suami tante Siska dengan perut buncit serta kepala botak.
“Oh ada Jaka to…tumben kesini pasti kamu disuruh kakak kamu ya?” sapa om Firman.
“Iya om…mau berangkat kerja ya om?” sapaku balik.
“Ya udah om tinggal dulu ya Ka…diminum tehnya jangan malu-malu” kata om Firman yang ditemani tante Siska diantar keluar rumah untuk berangkat kerja.
Setelah om Firman berangkat tante Siska kemudian menghampiriku,
“Gimana Jaka, tumben kamu main kesini?” tanya tante Siska.
“Ini tante aku disuruh sama kakakku untuk bayar baju pesanannya” jawabku malu-malu sambil menyodorkan uang 50rb.
“Ohh gitu ya…tante terima uangnya ya…kamu main sini dulu aja nemenin tante…” kata tante Siska lembut yang menggetarkan hatiku.
“Iya tante…hehehe….” jawabku sambil tertawa malu tapi mau.
“Kamu tambah gede tambah ganteng aja ya…padahal pas kecil kamu itu item lho…sekarang kog bisa berubah 180 derajat…hahahaha…” kata tante Siska penuh manja menggodaku sembari dia berpindah posisi duduknya mendekatiku.
“Bisa aja tante ini” jawabku malu.
“Udah punya pacar belum?” tanya tante Siska sambil mengelus pipiku dengan tangannya yang lembut.
“Belum tante…belum laku nih…” jawabku.
“Masak sih ganteng-ganteng belum punya pacar…pasti nyalimu kecil ya? hahaha…” sahut tante Siska menggodaku.
“Hehehe…” jawabku singkat.
“Apa perlu tante ajarin buat cari pacar…seandainya tante masih muda, tante pasti mau jadi pacar kamu, tapi sayangnya tante udah tua…hahahhaa…” katanya menggodaku.
“Ih tante bisa aja deh…meskipun tante udah cukup umur tapi tante masih kelihatan muda kog…masih cantik dan seksi…kayak seumuran anak kuliahan…hehehe…” jawabku merayu.
“Bisa ja kamu…mau merayu tante ya…umur udah kepala 3 kog masih dibilang kayak anak kuliahan…pintar juga kamu merayu cewek…masak cari pacar aja ga bisa?” sahut tante Siska.
“Iya beneran tante Jaka ga bohong…kalo ada edisi kedua kayak tante Siska ini ga pake lama pasti udah aku pacarin…” kataku merayunya lagi.

“Pintar juga ini adik temanku merayu cewek duh duh duh,, makin gede makin pintar aja kamu ya” katanya sambil menempelkan bodynya yang aduhai dan jari-jari tangannya yang lentik mengusap leherku.
“Aahhh…geli tante…tapi mau juga aku digeli-geliin di badanku lainnya…hehehe…” ucapku. Bulu kudukku pun seketika berdiri.
“Iiihhh…nakal juga kamu jaka…emang kamu belum pernah dicumbu sama cewek ya?…tante gituin aja kamu udah ga tahan…hahahaha…”kata tante Siska menggoda imanku.
“Gimana mau dicumbu, pacaran aja belum pernah kog tante…” kataku curhat pada tante Siska.
“Masa sih hari gini masih ada perjaka ting tong…hahaha….” kata tante Siska sambil mencubitku nakal.
“Iya sumpah tante…berani sumpah demi apa aja deh…” kataku.
“Mau ga kalo tante ajarin” katanya berbisik di telingaku.
Tanpa menunggu jawabanku tante Siska yang seperti kehausan langsung menjulurkan lidahnya tepat di bibirku. Bibir yang merah merekah langsung mencibir tepat ke bibirku ini. Lidahnya bergentayangan menggeliat membasahi bibirku. Tante Siska yang penuh dengan kehausan tangannya meremas-remas sendiri toketnya yang putih itu. Aku pun tak mau kalah, aku membalas lumatan bibir tante Siska yang merah merekah nan seksi itu. Lidahku dan lidahnya berpaut menari di dalam mulut.
Tangan tante Siska meraih tanganku dan mengarahkanya di toketnya, aku pun lantas meremas lembut toket tersebut secara bergantian, sembari lidah dan bibir ini terus bergumal penuh dengan kenafsuan. Tante Siska kemudian melonggarkan lingerie yang menutupi keindahan tubuhnya, dia mulai melepas BHnya yang berukuran 34 itu dan terlihatlah toket seksi itu.
Kemudian tante Siska memegangi kepalaku ini mengarahkan tepat di depan toketnya yang seksi, putih dan segar itu, langsung aja bibir dan lidahku menuju ke toketnya. Kulumat dan kujilat penuh dengan nafsu toket tante Siska. Kujulurkan lidahku tepat di putingnya yang merah merekah penuh kehangatan. Lidahku menari-nari menggeliat menjilati putingnya. Terlihat tante Siska menikmati setiap jilatanku yang berputar-putar di putingnya dan sesekali kugigit kecil putingnya secara bergantian.
Tante Siska mendesah dengan matanya merem melek menikmati setiap hisapan mulutku di putingnya.
“Sssthhh…aaahhhhisap lebih kencang Jakaaa….ahhhhh nikmat sayang…” katanya sambil tangannya memegangi tanganku yang meremas toket satunya.

Desahan tante Siska makin kencang sambil dia menggoyang-goyangkan toketnya yang sedang kuhisap. Kami berdua larut dalam permainan sex itu dan aku terus menghisap dan mengigit kecil-kecil puting tante Siska. Tangan tante Siska mulai melucuti pakainnya hingga aku telanjang. Kemudian dia pun melepas lingerie dan celana dalamnya. Dia mengarahkan kepalaku tepat di depan memeknya yang berbulu tipis. Gundukan bulu kemaluan yang tertata rapi terpampang dihadapanku. Sungguh mengisyaratkan bahwa tante Siska cinta kebersihan dan kesehatan terlihat dari terawatnya bulu kemaluannya..
Langsung saja bibir ini mengenyot memek yang merah segar. Lidahku pun ikut menari-menari di atas mulut kemaluan tante Siska.
“Ooohhh…aahhh…” desah tante Siska. Jemari tanganku pun ikut meraih memek tante siska untuk membuka lebar mulut kemaluannya supaya lidahku bisa bergeliat lebih ke dalam. Tante Siska semakin larut menikmati permainanku, desahannya pun semakin tak terbendung dan semakin kencang. Lebih lebar memeknya terbuka semakin dalam lidahku menjulur ke dalam. Itil tante Siska pun tak luput dari jilat dan hisapan mulutku. Posisi tante Siska yang berdiri dan aku sedang duduk, tubuhnya terus bermolek sambil berdesah tak tertahankan.
“Aaahhhhhh nikmat sekali Jakaaaa….tante ga tahan lagi…masukin kontolmu sekarang…aaahhh…” ajaknya.
Kemudian, tanti Siska merebahkan tubuhku di atas sofa empuk, dia berada diatasku lalu diarahkannya kontolku memasuki lubang memeknya yang udah gatal ingin digenjot itu. “Sleeepppp….” kontolku masuk seluruhnya ke dalam lubang memeknya. Desahn demi desahan keluar dari mulut tante Siska. Badan tante Siska bergoyang-goyang diatas badanku, naik turun secara perlahan mengatur irama memeknya yang disodokkan di kontolku.
Aku pun hanya bisa pasrah menikmati permainan tante Siska. Dia bergoyang-goyang menggerakan memeknya di genjot kontolku, semakin ke dalam dan semakin liar gerakan tante Siska menyodokan memeknya ke kontolku. Dia bergoyang memutar-mutarkan bokongnya, memasukan lebih dalam kontolku di memeknya, ditekannya lebih dalam kontolku dengan memeknya sambil menggeliat-geliatkan badan.

Nada desahan tante Siska semakin menggila diimbangi dengan gerakannya yang juga semakin menggila. Kami berdua asik menikmati kenikmatan sex. Sementara aku menaikan tubuh tante Siska dengan tanganku dan aku naik turunkan tubuhnya yang seksi itu. Kontolku semakin kencang menyodok memeknya, sambil aku kenyot putingnya.
“Ooouuhhh…enak sekali sayang….kenyot terus sayaaangg…aahhh” desahnya keenakan.
Jerit desahan tante Siska semakin meronta dan aku semakin keras memainkan kontolku menyodok memeknya. Dan tiba-tiba dia teriak dengan tubuh menegang,
“Aaahhhh aku keluaaaarrr Jakaaaa…enak bangeeetttt…ooohhh….” . Tante Siska meraih orgasmenya sambil menghela napas panjang merasakan puasnya permainan sex.
“Ganti posisi dong Jaka ”ucap tante Siska yang masih haus akan sex.
Lalu tante Siska menungging, karena aku sering menonton film bokep pastinya aku udah tau dong apa yang di inginkan tante Siska. Dia ingin posisi Dogy Style. Tante Siska nungging di atas Sofa dan aku berdiri dibelakangnya. Kumasukin lagi kontolku ke memeknya yang sudah basah itu. Kusodok-sodokan perlahan tante Siska kembali mendesah.
Aku atur irama sodokan kontolku ke memeknya, maju mundur seperti tukang parkir. Tante Siska meronta dan menjerit menikmati saat gerakan sodokanku lebih cepat. Sambil tanganku meremas toketnya, jari-jariku memilin putingnya.
Semakin kencang aku sodokan kontolku ke memeknya, semakin cepat aku memaju mundurkan kontolku menyodok memek tante Siska.
“Ayo Jaka sodok lebih kencang lagiii…aku mau keluar lagi sayaaangg…aahhhh…”
Setelah beberapa sodokan kembali tubuh tante Siska menegang pertanda dia mencapai klimaksnya untuk uang keuda kalinya.

Tak lama kemudian kontolku juga merasa seakan akan menyemburkan cairan kenikmatan, tanpa aba-aba kusodok memek tante Siska secara ganas dan ” Crooot…crooot…crooot….” seleurh cairan spermaku tertumpah di dalam memek tante Siska. Kami berdua lantas terkulai lemas diatas sofa.
“Makasih ya Jaka tante puas sekali…” uacap tante Siska.
“Aku juga puas tante…makasih kembali…”
“lain kali kalo ada waktu kita ulangi persetubuhan kita ini ya, tapi aku pengin yang lebih hot dari ini…” katanya manja.
“Jaka siap kapan aja tante…hahahaha…” jawabku.
Setelah istirahat dan berbenah kembali, aku pamit pulang. Kami berdua benar-benar menimati permainan sex yang baru saja terjadi dan mulai saat itu setiap ada kesempatan tante Siska menghubungiku dan mengajaku untuk berhubungan badan`.
Selesai.

Cerita Seks Kuselingkuhi Adik Ipar








Kehidupan terus berjalan. Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke-4. Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat.

Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab. Karena itu jadwal keluar kota tetap dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benar-benar tak ingin disentuh kecuali pada saat benar-benar sedang relaks. Saya juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diam-diam di kamar mandi. Kadang-kadang saya kasihan terhadap diri sendiri. Kata-kata Mbak Maya sering terngiang-ngiang, terutama sesaat setelah sperma memancar dari penis saya. “Kacian adik iparku ini..” Tapi saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka “jajan”. Maaf, saya agak jijik dengan perempuan lacur.

Tiap kali beronani, yang saya bayangkan adalah wajah Mbak Maya atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah tumbuh menjadi gadis yang benar-benar matang. Montok, lincah. Cantik penuh gairah, dan terkesan genit. Meskipun masih bersikap manja terhadap saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri saya sendiri hanya 32.

Seringkali, di balik baju seragam SMU-nya saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan. Dia menempati kamar di sebelah gudang. Yang paling ujung kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Mayang, kakak Rosi, baru kamar saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok. Sehingga tak mugkin buat ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang. Ya, kalau tidak salah antara gudang dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang berupa tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan, maka dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang tidak dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa mengintip isi kamar Rosi.

Sejak itulah niat saya kesampaian. Saya sangat sering diam-diam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip. Karenanya diam-diam lubang itu saya perbesar dengan obeng. Saya benar-benar takjub melihat sepasang payudara montok dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah melihat kemaluan Rosi yang ditumbuhi bulu-bulu lembut.

Tiap kali mengintip, selalu saya melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat bercak-bercak sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa bercak itu. Keinginan untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti benak saya. Tetapi selalu tak saya temukan jalan. Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya mendampingi Rosi untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu khawatir terjadi apa-apa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi. Istri saya menyuruh saya membawa mobil. Tapi saya menolak. “Kamu kan harus detailing. Pakai saja. Masa orang hamil mau naik motor?” Padahal yang sebenarnya, saya ingin merapat-rapatkan tubuh dengan Rosi.

Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda kenyal di punggung saya. Jantung saya berdesir-desir. Sesekali dengan nakal saya injak pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan di punggung. Saya pura-pura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli punggung saya.
“Mas Andy genit,” katanya.
Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya.
“Kalau mau gini, bilang aja terus terang,” katanya.
“Iya iya mau,” sahut saya.
Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.

Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benar-benar seksi ipar saya ini.
Di diskotik telah menunggu teman-teman Rosi. Ada sekitar 15-an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan teman-temannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung. Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuh-tubuh indah para ABG. Tapi pandangan saya selalu berakhir ke tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Maya, baru Yeni, istri saya. Mayang yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga tidak menimbulkan nafsu.

Sesekali Rosi menengok ke arah tempat duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya.
“Mas Andy udah pesan minum?” tanyanya.
Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya bir. Saya pun bukan pecandu.
“Kamu kok ke sini, udah sana gabung temen-temen kamu,” kata saya.
Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut.
“Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian,” kata Rosi duduk di sebelah saya.
“Sudah nggak pa-pa.”
“Bener?” Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya.
Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak.
“Ayo. Nggak apa-apa, sekalian saya kenalin ama temen-temen. Mereka juga yang minta kok.”
Saya menyerah. Saya ikut saja bergoyang-goyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya.
Sesekali tangan Rosi memegang tangan saya dan mengayun-ayunkannya. Musik bener-benr hingar-bingar. Lampu berkelap-kelip, dan kaki-kaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi menuju meja untuk minum.

Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya segera mengajak Rosi pulang juga.
“Bentar dong Mas Andy, please,” kata Rosi.
Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya.
“Heh. Kamu minum apa? Gila kamu. Sudah ayo pulang.” Segera saya gelandang dia.
“Yee Mas Andy gitu deh.” Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya.
“Udah dulu ya bro, sis. Satpam ngajakin pulang neh.”
“Satpam-mu itu.”
Saya menjitak lembut kepala Rosi. Rosi memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua. Disuruh jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi lebih sering memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn.

Kami menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Saya bantu Rosi mengenakan jaket yang kami tinggal di motor. Saya bantu dia mengancing resluitingnya. Berdesir darah saya ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya.
“Hayoo, nakal lagi,” katanya.
“Hus. Nggak sengaja juga.”
“Sengaja nggak pa-pa kok Mas.”
Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya.
Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, “Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.”
Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO.

Sungguh menyenangkan. Rosi yang setengah mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua tangannya memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis saya menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya. Lembut nafasnya sesekali menyapu telinga saya. Saya perlambat laju motor. Benar-benar saya ingin menikmati. Lalu saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya. Saya ingin memastikan dengan menoleh. Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya. Bahkan selanjutnya dia mengecup pipi saya. Saya kira dia benar-benar mabuk.

“Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu,” katanya mengejutkan saya.
“Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya.” Penis saya makin kencang.
“Mau enggak?”
“Kamu mabuk ya?” Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat.
“Mas..”
“Hmm”
“Mas masih suka coli?”
“Hus. Napa sih?”
“Pengen tahu aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?”
“Tahu apa kamu ini.”
Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan.
“Sorry. Gitu aja marah.” Rosi kembali mencium pipi saya.
Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga.
“Saya horny Ros.”
“Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapa-apain”

Saya raih tangannya dan saya taruh di penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat dia. Tapi diam saja. Tangannya merasakan sesuatu bergerak-gerak di balik celana saya.
“Pacaran ama Rosi mau nggak?” kata Rosi. Aroma alkohol benar-benar menyengat.
“Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.”
“Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.”
“Sok tahu.”
“Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.”
Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran.
Kami mencari bangku kosong di taman. Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya cukup ramai sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung saja Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami melepas jaket dan menaruhnya di dekat bangku.

“Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros?” tanya saya.
“Enak aja belum punya pacar.” Dia protes.
“Habis siapa pacar kamu?” Saya genggam tangannya. Dia mengelus-elus dada saya.
“Yaa ini.” Dia membuka kancing kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya. Inilah saatnya.
Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung, pipi, lalu bibirnya. Dia tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali mencari bibirnya. Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok?
“Kamu belum pernah melakukan ya?” kata saya.
Dia tak menjawab. Saya cium lagi bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya. Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di antara celah BH-nya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya, dia mengerang panjang. Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan menendang-nendang rumputan. Saya buka kancing BH-nya yang terletak di bagian depan. Saya usap-usap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas, saya kili-kili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha saya.

“Mas Andy..”
“Hmm”
“Please.. Please.”
Saya mengangsurkan muka saya menciumi bukit-bukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu hilang. Saya juga masih merasakan penis saya sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD. Membelai bulu-bulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah. Mulut Rosi terus mengaduh-aduh. Saya rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia tahu, dan melonggarkan cengkeramannya.

Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuat-kuat. Tapi dia berhenti sebentar.
“Kok basah Mas?” tanyanya. Saya diam saja.
“Ehh, ini yang disebut mani ya?”
Sejenak situasi kacau. Ini anak malah ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel. Kayaknya dia mencoba membaui.
“Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya?
“Heeh,” jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya.
“Asin juga ya?”
Dia mengocok penis saya dengan tangannya.
“Pelan-pelan Ros. Enakan kamu ciumin deh,” kata saya.

Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya. Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Maya. Berkali-kai saya meminta dia untuk lebih pelan. Bahkan sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak. Akhirnya saya kembali ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan tangannya. Setelah itu sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya. Dia juga membenahi pakaiannya. Tampaknya dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan mani dibersihkan dengan tissu.
“Makasih pelajarannya ya Mas.” Dia mengecup pipi saya.
“Tapi kamu janji jaga rahasia kan?” Saya ingin memastikan.
“Iyaah. Emang mau cerita ama siapa? Bunuh diri?”
“Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.”
Dia mengangguk. Kami bersiap-siap pulang. Sepanjang perjalanan dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja. Dan pikiran waras saya mulai bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan.

“Ros..”
“Yaa”
“Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?”
“Tahu deh.”
“Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja tadi kita sedang mabuk.” Saya menghentikan motor.
“Iya deh.”
“Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.”
Dia mengangguk mengerti.
“Makasih Ros.” Saya kembali menjalankan motor.
“Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi,” kata saya.
Saya benar-benar takut sekarang. Saya sadari, Rosi masih kanak-kanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja dia lepas kendali dan tak mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu saya dengar dia sesenggukan. Menangis. Untunglah dia menepati janji. Segalanya berjalan seperti yang saya harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu terbuka dan dibuka oleh Rosi. Saya benar-benar takut akibatnya. Saya tidak mau menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan rumah tangga saya.

Saya hanya menikmati Rosi di dalam bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni. Sesekali saja saya membayangkan Mbak Maya.

Cerita Seks Yang Terjadi Di Dalam Keluarga







Keadaan di rumah jadi berubah setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya di malam itu. Aku dan Riri telah menikah selama 21 tahun, kami mempunyai seorang anak lelaki, Angga. Riri adalah seorang ibu rumah tangga dan sejauh yang kutahu dia selalu setia.

Waktu itu kami sedang membaca di atas tempat tidur untuk menghabiskan malam, saat dia menanyakan pertanyaan yang tak terpikirkan itu.

“Apa kamu pernah menyetubuhi ibu kandungmu?”
“Pernah apa?” aku bereaksi dengan terkejut.
“Kamu mendengarnya.” lanjutnya.
“Waktu kamu muda dan masih ikut orang tua, pernahkah kamu bersetubuh dengan ibu kandungmu?”
“Pertanyaan seperti apa itu?” tanyaku.
“Ini bukan pertanyaan mengada-ada.. Kenyataannya itu hal yang kerap terjadi, cuma orang-orang tak mau membicarakannya. Saat kamu muda aku dapat mengerti jika kamu menyimpan rahasia seperti itu, jadi ayahmu tak mengetahuinya, tapi itu sudah berlalu dan kupikir kamu dapat menceritakannya pada isterimu sekarang, kan?” tanyanya.
“Tidak, aku tak pernah melakukannya dengan ibuku. Dan aku yakin itu hal yang tabu dan melanggar hukum.” aku menegaskan.

Isteriku terdiam.

“Yah, jadi itu tak layak dan kemarin aku dengar 90% orang yang menikah mengakui pernah melakukannya.” jawabnya.
“Jadi, aku harap perkawinan kita salah satu dari yang 1% itu.” kataku.

Riri memejamkan matanya dan tersenyum.

“Jadi kamu setidaknya mempunyai fantasi untuk melakukannya kan?” tanyanya.
“Tidak, aku tak pernah membayangkannya, demi Tuhan dia adalah ibu kandungku!” aku berteriak.

Isteriku menggelengkan kepalanya.

“Pembohong.” katanya.
“Sebagian besar remaja berfantasi untuk menyetubuhi ibunya, ini kenyataan yang umum. Kamu berfantasi untuk menyetubuhi ibumu seperti halnya Angga yang berfantasi untuk menyetubuhiku.”
“Riri, itu gila, bagaimana kamu dapat beranggapan seperti itu terhadap anakmu sendiri?” tanyaku.
“Karena itulah kenyataannya.. Angga tak berbeda dengan remaja lain seumurannya yang bermimpi tentang apa yang ada di antara paha ibu mereka saat ayah mereka pergi kerja. Itu benar-benar alami.” katanya.
“Kamu tak tahu tentang hal itu.” kataku.
“Sayang, percayalah padaku, aku adalah ibunya dan seorang ibu tahu hal-hal seperti itu.” katanya.
“Oh, ayolah Ri, kamu bertingkah sepertinya kamu tahu apa yang anak-anak pikirkan.” kataku.
“Seorang ibu biasanya tahu lebih dari apa yang kamu kira.” katanya.
“Oh, benarkah, jadi apa yang kamu tahu tentang Angga yang tak kumengerti?” tanyaku jengkel.
“Aku tahu kalau dia bermasturbasi tiga kali sehari, kadang empat kali. Dia berfantasi sedang menggesekkan penisnya di antara pahaku. Dia mengambil keranjang cucianku saat aku dan kamu sedang pergi dan senang menghirup dan menghisapi celana dalamku yang kotor. Dia juga senang dengan wanita yang berdada besar, terutama yang sedang hamil.. Apa kamu mau tahu lebih banyak lagi?” tanyanya.

Aku terdiam oleh perkataannya.

“Bagaimana kamu tahu semua itu?” tanyaku. Riri tersenyum puas.
“Seorang ibu mempunyai caranya sendiri.” jawabnya
“Yakin kamu tak membicarakan dengannya tentang hal ini?” tanyaku.
“Sayang, segera setelah kamu pergi kerja dan melakukan pekerjaan hingga tak begitu memperhatikan Angga dan aku, seorang ibu dan anak mempunyai dunianya sendiri di sini di rumah, yang tak harus diperhatikan oleh seorang anak.” katanya.
“Riri, kamu dan Angga tidak..” aku tak dapat menyelesaikan.
“Bersetubuh?” dia berkata dengan tersenyum.
“Jika aku menyetubuhi anakku sendiri, artinya aku sangat menarik baginya. Itu bukan topik yang akan dibicarakan seorang isteri pada suaminya.” Aku mulai merasakan darahku bergolak.
“Riri, tolong katakan padaku, ya atau tidak. Apa kamu dan Angga telah melakukannya?” aku mendesaknya.

Seiring wajahku memerah, isteriku tertawa dan menjulurkan jarinya ke wajahku dengan lembut.

“Sayang, kamu membuat hal ini jadi rumit. Ini sangat mengganggumu ya?” dia bertanya sambil menahan tawanya.
“Aku hanya berpikir kalau aku berhak untuk tahu!” kataku.
“Tidak, kamu tidak perlu mengetahuinya. Sayang, aku mencintaimu, sebagai ayah dan suami, tapi tidak ada tempat di antara hubungan antara seorang ibu dan anaknya. Apa yang terjadi di rumah ini saat kamu pergi bukanlah urusanmu dan tak perlu perhatianmu. Kalau seorang ibu dan anaknya di rumah ini bersetubuh, maka kamu tak berbeda dengan ayah yang lainnya dan tak akan pernah tahu tentang itu.” katanya. Dia memberiku sebuah senyuman hangat.
“Kamu sudah capek dan kamu punya hari yang sibuk besok. Tidurlah sekarang.” katanya.

Malam itu aku tak benar-benar bisa tertidur. Pagi harinya, aku bangun seperti biasa dan Riri menyiapkan sarapan untukku dan mengantarku sampai pintu depan. Dia memakai baju terusan yang membuat payudaranya begitu terlihat indah menantang. Aku lihat Angga turun dari tangga dengan mengenakan celana pendek.

“Dia bangun lebih awal.” kataku.
“Ya, aku bilang padanya dia bisa bantu ibunya mengecat kuku dan mencuci baju yang kotor.” dia berkata sambil meringis. Perutku melilit.
“Jadi apalagi yang kalian kerjakan hari ini?” tanyaku curiga.
“Oh, aku yakin kami akan menemukan sesuatu yang bisa mempererat hubungan kami.” jawabnya sambil tersenyum lebar.
“Lebih baik kamu segera berangkat, sayang. Kamu nanti bisa terlambat lho.”

Aku berjalan keluar dengan membanting pintu. Waktu aku berjalan ke mobil, aku dengar isteriku mengunci pintu di belakangku dan berpikir dunia macam apa yang telah dibuat isteriku bersama Angga saat aku tak ada. Tanpa sadar, penisku terasa mengeras dari balik celanaku. Sial, seharusnya aku lebih dekat dengan ibuku!

Seharian itu aku tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Otakku dibakar oleh beribu pertanyaan. Apakah isteriku dan anakku yang berumur 18 tahun berbuat gila? Akhirnya, siangnya aku ambil telepon dan memutar nomor rumahku agar aku bisa tahu dengan jelas apa yang mereka kerjakan di dunianya. Setelah cukup lama tak ada yang mengangkat, akhirnya terdengar suara isteriku di sana.

“Hh.. Halo..” Dia berkata. Aku dapat mendengarnya bernafas dengan susah.
“Halo sayang, ini aku.” jawabku.

Terdengar suara ganjil berulang-ulang di belakang, seperti suara kulit yang beradu dengan kulit.

“Sayang, a.. aku tak bis..” dia mencoba bernafas dengan susah.
“Aku tak bisa bicara sekarang, telepon aku lagi saja nanti.” lanjutnya.

KLIK!! Dia tutup teeponnya. Perutku tiba-tiba saja jadi terasa mulas. Aku tak pernah membayangkan isteriku akan berselingkuh, apalagi dengan anak kami yang masih remaja. Mungkinkah itu?

Aku pulang kerja lebih awal hari itu. Aku ingin mengadakan penyelidikan. Aku harus yakin. Aku lalui jalan hanya untuk melihat isteri dan anakku yang keluar dari jalan dengan minivan isteriku. Aku ikuti mereka ke mall pada sisi lain kota ini. Dengan mengendap, aku masuki mall itu dan mengikuti mereka dari belakang.

Aku terkejut saat melihat mereka berjalan bergandengan tangan dengan mesra, layaknya sepasang kekasih yang sedang belanja. Tingkah laku isteriku seperti seorang gadis remaja saja. Aku mengikuti isteri dan anakku yang berkeliling di seluruh mall ini, bergandengan tangan seperti remaja yang sedang kasmaran. Paling tidak, dia sudak tak muda lagi, umurnya sudah 38 tahun dan sudah menikah dan yang satunya anak muda yang baru berumur 18 tahun. Walaupun begitu, isteriku dapat mengimbanginya. Dia tak pernah semesra itu denganku, tapi benar-benar lain dengan anakku.

Aku jadi lebih terkejut lagi saat mereka duduk berdua di bangku itu. Lengan isteriku melingkar di pundaknya, membelai mesra rambutnya. Bibirnya mendekat, membisikkan padanya sesuatu yang dapat kukira hanyalah cumbuan tentang seks. Aku tak mahir dalam hal membaca gerak bibir, tapi sungguh jelas sekali kalau yang keluar kebanyakan hanyalah ‘bersetubuh, penis dan vagina’ dari mulut isteriku. Kalau itu belumlah cukup, isteriku melepaskan sandalnya dan menggerakkan kakinya pada betis anakku. Setiap sekali gerakan disertai dengan tiupan dan ciuman ringan di leher anakku.

Mereka meninggalkan mall dan aku memastikan kalau aku akan mengikuti mereka pulang, tapi mereka tidak pulang. Isteriku mengendarai mobilnya membawa mereka keluar kota sampai ke hutan. Dia berhenti di jalanan yang sedikit berlumpur dan itu membuatku terperanjat saat mengetahui kemana dia akan membawanya. Mereka akan pergi ke bagian rahasia di hutan ini, tempat dimana aku dan isteriku biasanya berkencan dulu.

Tahu tepatnya tempat itu, aku parkirkan mobilku dan melanjutkan membuntuti mereka dengan berjalan kaki. Lima belas menit kemudian aku menemukan van isteriku terparkir di bawah semak-semak. Aku juga melihat mereka tak mau menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Jendela mobil tertutup rapat dan van itu terlihat bergoncang-goncang. Aku mendekat dan segera saja telingaku menangkap erangan-erangan mesum mereka.

“Oh, ya.. Lebih keras, sayang, setubuhi ibumu dengan benar!” isteriku merajuk.
“Oh Tuhan, tekan!! Kerjai vaginaku, sayang!!” dia berteriak.
“Hahh, dorong penis besarmu lebih dalam lagi.. Oouuhh!!” lanjutnya.

Dan bila kata-kata tak senonoh itu belumlah cukup, selang beberapa menit kemudian,

“Oh, rasanya sungguh nikmat dikerjai oleh pria jantan. Ya, begitu, lebih keras lagi.. Leb.. Bih dallaam!! Oh Tuhan aku keluar!! Aku keluar!!”

Aku tak mampu menerimanya lagi. Yang dapat kulakukan hanya berbalik kemudian lari. Aku lari secepat yang kubisa menuju ke mobilku. Aku masih dapat mendengar isteriku menjerit dan mengerang, suaranya bergema dalam kepalaku. Aku nyalakan mobilku, hatiku mendidih, air mataku keluar. Aku menyetir dengan gila.. Dalam perjalanan pulangku, bayangan tentang anakku yang berada di antara paha isteriku menghantui aku. Apa yang harus kuperbuat?

Malam itu aku dan isteriku berbaring berdampingan di ranjang perkawinan kami. Dia memegang sebuah majalah dan berpura-pura membacanya. Tak lama kemudian dia meletakkan majalah itu dan menatapku.

“Sayang, ada sesuatu yang harus kuceritakan padamu.” katanya.
“Apa?” tanyaku, bersiap untuk hal terburuk, setidaknya dalam hal ini tak ada yang akan mengejutkanku.
“Aku hamil.” dia berkata dengan senyuman mengembang.

Tak sekali pun dalam setahun belakangan ini aku menggauli istriku tanpa kondom. Dia tahu itu, aku tahu itu, dan dia pasti juga tahu bahwa aku mengetahuinya.

“Ini bukan bayiku, kan?” tanyaku. Senyumnya hampir menyerupai seringai.
“Tidak.” jawabnya.
“Angga?” kejarku.

Istriku menjadi serius.

“Sebelum kamu pergi, biarkan aku mengingatkanmu kalau ayahku adalah seorang pengacara dan jika kamu menceraikanku, kamu tahu bahwa Angga dan aku akan mendapatkan ini semua, segalanya, dan kamu tak mendapatkan apa pun.” ancamnya
“Sudah berapa lama kalian berdua melakukan ini?” aku bertanya.
“Kamu tidak perlu tahu itu. Yang harus kamu ketahui sekarang adalah bahwa Angga dan aku telah memutuskan ada hal-hal yang perlu diubah.” katanya.
“Seperti apa?” tanyaku dengan marah.
“Yah, pertama, kami akan mempertahankan bayi ini dan ya, ini memang bayiku dengan Angga.” jelasnya.
“Yang kedua, Angga akan pindah ke kamar ini dan berbagi tempat tidur denganku, dan sebaliknya mulai sekarang kamu tidur di tempat tidurnya Angga.” lanjutnya.

Aku hanya bisa menahan amarah.

“Dan yang ketiga, kalau kamu menolak, aku dan Angga akan pindah dan mengontrak sebuah rumah bersama dan menuntut uang cerai darimu.” katanya memojokkanku.
“Ini gila, kamu adalah istriku..”
“Ya, dan kamu suamiku, dan akan tetap seperti itu, tapi suami sebenarnya dan kekasihku sekarang adalah Angga. Dan kami memutuskan bahwa kamu harus tetap bekerja seperti biasanya sedangkan Angga dan aku akan tinggal di rumah membuat bayi, kami juga sudah memutuskan ingin mempunyai tiga orang anak lagi.” katanya.
“Kamu katakan padaku kalau aku bahkan tidak boleh tidur denganmu, isteriku sendiri?” tanyaku tak percaya.
“Tidak, maaf. Angga dan aku yang akan tidur di ranjang ini mulai sekarang.” Lalu dia memandang ke arah pintu.
“Angga, cintaku, apa kamu di sana?” panggilnya.

Anakku masuk ke kamar dengan tas ransel berisi barang-barangnya. Dia memandang pada ibunya dan aku.

“Maaf, Ayah.” dia berkata dengan menyeringai.
“Sayang, kenapa kamu tidak pergi dan bersihkan dirimu sebelum naik ke ranjang.” kata isteriku.

Perutku jadi mulas. Isteriku menatapku tajam.

“Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin sendirian dengan ayah dari anakku. Ambil barang-barangmu dan pergilah ke kamarmu.” perintahnya.
“Sayang, tolonglah.. Kita bicarakan hal ini.” aku memohon.
“Tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku minta maaf, Sayang, tapi sekarang kamu bukan lagi seorang kepala rumah tangga.” katanya.
“Aku akan berusaha, aku bersumpah.” ucapku putus asa.
“Jangan, Sayang! Kamu boleh berusaha semampumu tapi kamu tidak akan bisa menyamai bahkan hanya separuh dari Angga di atas ranjang. Kamu tak bisa memohon padaku, kamu tak memiliki stamina untuk itu. Suka atau tidak, kamu tidak memiliki barang yang cukup besar untuk pekerjaan itu.. Dan anakmu memilikinya.”

Serasa sebilah pisau yang merobek hati. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengemasi barang-barangku. Angga keluar dari kamar mandi dan menempatkan dirinya di samping ibunya di ranjang. Dia berada di bawahnya dengan cepat, memeluknya erat hingga menekan payudaranya yang besar.

“Inilah suami baruku. Kemari dan bercintalah dengan isterimu yang sedang hamil” katanya.

Itu semua serasa mimpi buruk. Aku pandangi mereka berdua di balik selimut. Bisa kukatakan anakku sedang menempatkan dirinya di antara paha ibunya. Aku dapat mendengar mereka berciuman dengan hebatnya. Isteriku muncul dari balik selimut, memandangku.

“Sayang, dapatkah kamu matikan lampu dan menutup pintunya saat kamu keluar?” pintanya. Aku hanya bisa mematuhinya.

Malam itu aku rebah di tempat tidurku yang baru dengan mendengarkan teriakan-teriakan yang berasal dari kamar yang semula kutempati bersama isteriku. Erangan isteriku menggema di setiap sudut rumah. Semalaman itu aku dengar rangkaian rintihan tabu mereka. Isteri dan anakku sedang membuat bayi mereka dan akan menamakannya seperti nama ayahnya.

Tahun demi tahun berlalu dan mereka telah memiliki 3 anak, semuanya laki-laki. Seiring waktu berlalu, anak-anak itu tumbuh jadi remaja, Angga tua telah menemukan seorang wanita muda yang cantik dan atas seijin ibunya boleh dinikahinya.

Kemudian Angga pindah dan meninggalkan anak-anaknya bersamaku dan ibunya. Dalam beberapa tahun kemudian aku kembali pada kehidupan rumah tanggaku semula, hingga pada suatu malam saat kami sedang rebahan di atas tempat tidur seperti biasa, terdengar ketukan di pintu dan Angga muda, yang sekarang juga telah berumur 18 tahun, berdiri di sana dengan tas ranselnya. Isteriku, yang sekarang berusia lima puluhan meletakkan majalahnya dan kembali menoleh padaku dengan tersenyum.

“Kemasi barang-barangmu, sayang.” katanya.

Isteriku kembali menatap tajam padaku.

Sabtu, 23 Desember 2017

Cerita Seks Terpuaskan Dengan 3 Ronde Yang Panas







Aku (sebut saja Aswin), umur hanpir 40 tahun, postur tubuh biasa saja, seperti rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seorang suami dan bapak satu anak kelas satu Sekolah Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku.

yang aku paparkan berikut ini terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin pada umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang berkurang, atau karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat serentak pagi-pagi. Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku mendapatkan bis.

Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di bangku dua yang sudah terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku menganggukkan kepala pada teman dudukku. Karena lalu lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu dari pada bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau sesekali menunduk.

Tiba-tiba ia menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya.
“Mmacet sekali ya?” katanya yang tentu ditujukan kepadaku.
“Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?” sambutku sekaligus membuka percakapan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah,” jawabnya.
Belum sempat aku buka mulut, ia sudah melanjutkan pembicaraan,
“Kerja dimana Mas?”
“Daerah Sudirman,” jawabku.

Obrolan terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis, pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak menonjol, kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang sedang memegang tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda dengan seorang duda beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya dua tahun lebih muda darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang duda oleh orang tuanya. Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia memegangi lenganku sambil terus cerita tentang dirinya dan keluarganya. “Pacaran asyik ya Mas?” tanyanya sambil memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku. Lalu, karena genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran jorok. “Kepingin ya?” jawabku berbisik sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku.

Tanpa terasa bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju kafetaria untuk minum dan meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat dan telor matasapi, akhirnya kami sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk minta cuti sehari, kami berangkat.

Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci pintu dan menutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.

Mungkin ia tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang, melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, “Mas..” katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku, karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau terkena lipstik. Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi CD-ku yang menonjol. “Lepas aja bajumu, nanti kusut,” kataku. “Malu ah..” katanya. “Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua,” kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya. Dia menutup dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu tingkat, “burung”-ku tambah mengencang.

Dalam posisi begini, aku cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku. “Ach.. uh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya semakin sering dan keras. “Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas..” Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.

Selanjutnya gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, “Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean,” sambil kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. “Coba aku lihat sayang..” Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. “Mah.. susumu bagus sekali, aku sukaa banget,” pujiku sambil mengelus susu besar menantang itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras.

Kini aku bisa memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, “Uh.. uh.. ahh..” Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap perlahan dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah dialaminya. Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.

Kupikir dia sama saja denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, “Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!” Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). “Mas.. keras amat.. Gede amat?” katanya dengan nada manja setelah meraba burungku. “Mas.. Mamah udah nggak tahan nikh, masukin ya..?” pintanya setengah memaksa, karena kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak menantang.

Ketika kurapatkan “senjataku” ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya diangkat. “Mas.. pelan-pelan ya..” Sambil memejamkan mata, dibimbingnya burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk ujungnya. “Sret.. sret..” Mamah mengaduh, “Uh.. pelan Mas.. sakit..” Kutarik mundur sedikit lagi, kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. “Bles.. bles..” barangku masuk semua. Mamah langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, “Mas.. enak, Mas enak.. enak sekali.. kamu sekarang suamiku..” Begitu berulang-ulang sambil menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata “suami”.

Mamah tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, “Aduuh.. Mas.. aku.. enak.. keluaar..” tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama, bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang, kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, “Enak.. terus, enak terus.. terus..” begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan mata. “Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh..” teriaknya yang kusambut dengan mempercepat kocokanku.

Tampak dia sangat puas dan aku merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku terasa senut-senut,
“Mah.. aku mau keluar nikh..” kataku.
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus..”
“Crot.. crot..” maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk Mamah.

Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah semakin manja dan tampak lebih rileks. Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun lagi. Kesempatan ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus. “Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini,” katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. “Ah..” lenguhnya sambil melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Mamah mengangkangiku.

Posisi menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan memejamkan mata, “Mas.. Mamah gak tahaan..” Digenggamnya burungku dengan tangan kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini. “Aduuh.. Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri kan?” lalu.. “Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh..” katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme.

Akhirnya Mamah menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks. Sedangkan Mamah sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup, setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami masing-masing melap “barang”, kumasukkan senjataku ke liang kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku secara perlahan. “Uuh..” hanya itu suara yang kudengar. Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu naik-turun, diikuti suara Mamah, “Hgh.. hgh.. ” seirama dengan pompaanku.

Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, “Uhgh..” Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Aaauh..” menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat merapat di bibir vagina, “Crot.. crott..” Aku rebah di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua tadi.

Pembaca, ini adalah pengalaman yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena sebelumnya aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat ini. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya. Kejadian ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi (dengan orang yang sama), sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku kadang merindukan saat-saat seperti ini. Selingkuh yang aman seperti ini.

Pesona Seks Dunia Malam Bergairah








Namaku Wawan. Aku bekerja sebagai penulis lepas di berbagai media cetak. Aku akan menceritakan pengalamanku yang berhubungan dengan dunia lesbian.
Suatu ketika aku pergi ke luar kota dengan kendaraan sendiri. Di tengah perjalanan dadaku merasa sesak. Aku menghentikan mobilku ke pinggir jalan. Waktu itu hampir pukul 8 malam. Keadaan di sekeliling adalah persawahan yang gelap dan sepi. Hanya ada sebuah rumah agak jauh di depan. Ada papan namanya. Yang bisa kubaca hanya ‘Jam praktek 17.00-21.00’. Dari situ aku bisa tahu kalau itu rumah dokter.

Aku jalankan mobil sampai depan rumah itu. Ternyata benar. Dokter Merry. Aku turun dan langsung masuk dengan membuka pintu yang setengah terbuka. Aku terkejut. Dua orang wanita saling berpelukan. Memang saling berpelukan tidak akan mengejutkan. Tetapi yang mengejutkan adalah mereka berdua dalam keadaan telanjang.

Aku sengaja terbatuk. Salah satu dari mereka malah mengajak aku untuk bergabung. Kalau dadaku tidak sakit, mungkin aku langsung saja buka semua pakaian. Tapi sekarang aku datang dengan keluhan. Mereka berdua akhirnya sadar. Mereka berdua cepat mengenakan pakaian tanpa memakai pakaian dalam yang berserakan di lantai.
Sang dokter yang bernama Merry sudah berusia sekitar 32 tahun. Tingginya sekitar 158 cm dan beratnya sekitar 51 kg. Kulitnya putih mulus dan di telinganya tergantung sebuah kacamata minus. Rambut hitamnya lurus dan panjang.

Perawatnya. Namanya Emma. Usianya sama denganku. 22 tahun. Tingginya sekitar 155 cm dan beratnya sekitar 45 cm. Kulitnya sawo matang sama denganku. Rambutnya lurus dan hitam terpotong pendek ciri khas seorang perawat.

Ketika diperiksa, aku berpikiran untuk mengundang mereka berdua ke Yogya. Aku ingin melihat langsung percumbuannya. Hanya melihat. Tidak bergabung dalam percumbuannya. Kuutarakan hal ini setelah selesai diperiksa. Mereka berdua setuju. Kami saling bertukar nomor telepon.

Akhirnya kami bertemu di sebuah hotel berbintang di kota Yogyakarta. Malam itu aku melihat langsung mereka berdua bercumbu di kamar hotel tersebut. Mereka melakukannya seolah-olah tidak ada orang yang melihat. Kurekam dengan handycam setelah minta ijin mereka berdua. Aku juga minta ijin untuk menyebarluaskan permainan mereka sebagai sebuah VCD porno. Dalam waktu dekat pembaca mungkin bisa mendapatkannya di pasaran dengan judul yang sama dengan judul diatas. Kupilih judul itu karena pengambilan gambar dilakukan pada cahaya lampu yang berintensitas kecil atau samar-samar.
Pada awalnya mereka berdua dengan menari-nari melepaskan satu persatu pakaian yang dipakai dengan iringan musik lembut dari sebuah CD yang kuputar. Tidak lupa juga Merry melepas kacamata yang dipakainya. Setelah mereka berdua telanjang bulat, iringan musik lembut berganti dengan desahan-desahan kenikmatan.

Merry menghampiri Emma yang duduk di kursi sofa. Diciumnya bibir Emma. Tangan kanan Emma membelai payudara kiri Merry yang berukuran 34. Emma merubah posisinya dengan bertumpu pada kedua tangan dan lutut. Dari belakang Merry membuka vagina Emma dan menghisap vagina Emma dengan lidahnya. Lalu jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Emma. Tangan kanan Emma meremas sendiri payudara kanannya yang berukuran 38.

Kemudian Merry menggesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Emma. Dia lalu duduk di atas pantat Emma dan mengesek-gesekkan kedua payudaranya ke punggung Emma. Beberapa menit kemudian Merry berdiri dan Emma kembali duduk. Emma duduk sambil tangan kanannya membelai vaginanya sendiri sambil melihat Merry berdiri dan meremas-remas kedua payudaranya sendiri bergantian.

Merry kemudian jongkok di depan Emma. Dihisapnya vagina Emma dengan lidahnya. Emma memegang kepala Merry. Merry sendiri juga mengocok vaginanya sendiri dengan jari tengah tangan kanannya dari arah pantat. Emma merebahkan tubuhnya ke kursi sofa. Ditariknya Merry supaya naik ke atas kursi sofa. Merry naik dan menyodorkan payudara kanannya ke mulut Emma yang langsung menjilatinya sambil membelainya. Merry sedikit turun ke bawah yang menyebabkan lidah Emma menjilati lehernya. Sementara payudara kanannya masih dibelai dan diremas-remas oleh Emma. Merry membelai vagina Emma dengan tangan kanannya.

Lalu Merry berdiri dan mengambil segelas air dari meja. Emma juga berdiri dan merapat ke tubuh Merry. Payudara kanannya dijilati oleh Merry yang payudara kanannya menempel di bawah belahan kedua payudara Emma. Sedangkan payudara kirinya disambut belaian tangan kiri Emma yang pinggangnya dipeluk oleh Merry. Emma menurunkan tubuhnya sedikit sehingga mulutnya dapat menghisap payudara kiri Merry. Mulutnya setengah terbuka menerima air yang ditumpahkan Merry ke payudara kirinya. Payudara kanannya digesek-gesekkan ke paha kiri Merry. Emma lalu menjilati payudara kiri Merry yang basah.

Merry menarik Emma untuk berdiri. Diciumnya bibir Emma dengan penuh nafsu. Emma membalas dengan tak kalah nafsunya. Mereka berjilatan lidah. kedua payudara mereka saling bergesekan. Emma turun kembali dan langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Tangan kanannya meremas-remas payudara kanannya sendiri.

Emma kemudian membimbing Merry untuk tengkurap di meja dengan kedua kaki masih dibawah. Emma jongkok di antara kedua kaki Merry dan mengangkangkan kakinya. Dihisapnya vagina Merry dengan lidahnya dari belakang sambil tangan kanannya membelai paha kanan Merry. Sedangkan Merry meremas-remas payudara kanannya sendiri. Lalu Emma ikut merapat ke meja. Dari arah samping Emma mencium bibir Merry yang langsung dibalasnya juga dengan ciuman. Payudara kanannya saling bergesekan dengan payudara kiri Merry. Tangan kanannya membelai pantat Merry. Dia lalu berdiri di belakang Merry. Digesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Merry dengan sedikit menurunkan tubuhnya.

Lalu Merry membalikkan tubuhnya. Dibimbingnya Emma untuk duduk di meja. Merry lalu menjilati payudara kiri Emma. Kedua kaki Emma menjepit pinggang Merry. Merry melanjutkan dengan menghisap payudara kiri Emma. Kembali Merry menjilati payudara kiri Emma. Kali ini dilanjutkan dengan menjilati leher Emma yang menengadahkan kepalanya. Emma merebahkan tubuhnya ke meja. Merry naik ke meja dan menungging di atas kepala Emma yang langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Emma sendiri juga membelai vaginanya sendiri dengan kedua tangannya.

Emma bangkit dari posisi tidurnya. Dia juga menungging dan menghisap vagina Merry dengan lidahnya dari belakang. Setelah beberapa menit, dibaliknya tubuh Merry. Dihisapnya kembali vagina Merry dengan lidahnya. Emma merasa lelah dan akhirnya dia merebahkan tubuhnya di samping Merry. Merry merasa belum puas. Dia mencium Emma yang dibalas Emma dengan ciuman pula. Kedua jari tengah tangan mereka mengocok vagina mereka masing-masing.

Akhirnya mereka berdua berdiri. Mereka berpelukan sambil mengesekkan vagina mereka. Kedua payudara mereka saling menempel. Agak lama mereka dalam saling menggesek vagina. Lalu Merry menjilati payudara kiri Emma.

Hanya sebentar. Lalu Merry mengangkat tubuh Emma dan dibawanya ke tempat tidur. Diturunkannya tubuh Emma di tempat tidur. Lalu dia memposisikan vaginanya supaya dihisap oleh Emma dengan lidahnya. Merry lalu menurunkan pantatnya ke kedua payudara Emma. Digeseknya payudara Emma dengan pantatnya. Dijitatinya juga lidah Emma yang terjulur keluar. Jilatannya turun ke leher. Pantatnya juga semakin turun. Vaginanya akhirnya bertemu dengan vagina Emma. Mereka saling menggesekkan vagina mereka. Merry meremas kedua payudara Emma dengan kedua tangannya. Dijilatinya juga kedua kedua payudara Emma bergantian. Jilatan lidahnya semakin turun ke bawah dan menjilati pusar Emma.

Kedua tangannya masih meremas kedua payudara Emma yang kelihatan sudah mencapai titik puncak kegairahan. Lidahnya menghisap vagina Emma yang kedua tangannya sendiri mengganti kedua tangan Merry dalam meremas payudaranya. Merry akhirnya juga telah mencapai titik puncak kegairahan. Dia tertidur dengan kepalanya masih berada di atas selangkangan Emma. Emma sendiri juga tertidur dengan kedua tangan berada di kedua payudaranya sendiri. Tahu-tahu hari sudah pagi dan mereka berdua berpamitan kepadaku untuk kembali ke tempatnya semula.

Rabu, 20 Desember 2017

Cerita Seks Kenangan Anak Kost Dan Ibu Kost

 AsiaBet8-Seperti sebagian besar teman senasib, saat menjadi mahasiswa saya menjadi anak kos dengan segala suka dan dukanya. Mengenang masa-masa lalu itu saya sering tertawa geli. Misalnya, karena jatah kiriman dari kampung terlambat, padahal perut keroncongan tak bisa diajak kompromi, saya terpaksa mencuri nasi lengkap dengan lauknya milik keluarga tempat saya kos. Masih banyak lagi kisah-kisah konyol yang saya alami. Namun sebenarnya ada satu kisah yang saya simpan rapat-rapat, karena bagi saya merupakan rahasia pribadi. Kisah rahasia yang sangat menyenangkan.

Keluarga tempat kos saya memiliki anak tunggal perempuan yang sudah menikah dan tinggal di rumah orang tuanya. Mbak Sus, demikian kami anak-anak kos memanggil, berumur sekitar 35 tahun. Tidak begitu cantik tetapi memiliki tubuh bagus dan bersih. Menurut ibu kos, anaknya itu pernah melahirkan tetapi kemudian bayinya meninggal dunia. Jadi tak mengherankan kalau bentuk badannya masih menggiurkan. Kami berlima anak-anak kos yang tinggal di rumah bagian samping sering iseng-iseng memperbincangkan Mbak Sus. Perempuan yang kalau di rumah tak pernah memakai bra itu menjadi sasaran ngobrol miring.
“Kamu tahu nggak, kenapa Mbak Sus sampai sekarang nggak hamil-hamil?” tanya Robin yang kuliah di teknik sipil suatu saat.
“Aku tahu. Suaminya letoi. Nggak bisa ngacung” jawab Kris, anak teknik mesin dengan tangkas.
“Apanya yang nggak bisa ngacung?” tanya saya pura-pura tidak tahu.
“Bego! Ya penisnya dong”, kata Kris.
“Kok tahu kalau dia susah ngacung?” saya mengejar lagi.
“Lihat saja. Gayanya klemar-klemer kaya perempuan. Tahu nggak? Mbak Sus sering membentak-bentak suaminya?” tutur Kris.
“Kalian saja yang nggak tanggap. Dia sebenarnya kan mengundang salah satu, dua, atau tiga di antara kita, mungkin malah semua, untuk membantu”, kata Robin.
“Membantu? Apa maksudmu?” tanyaku tak paham ucapannya.
Robin tertawa sebelum berkata, “Ya membantu dia agar segera hamil. Dia mengundang secara tidak langsung. Lihat saja, dia sering memamerkan payudaranya kepada kita dengan mengenakan kaus ketat. Kemudian setiap usai mandi dengan hanya melilitkan handuk di badannya lalu-lalang di depan kita”

“Ah kamu saja yang GR. Mungkin Mbak Sus nggak bermaksud begitu”, sergah Heri yang sejak tadi diam.
“Nggak percaya ya? Ayo siapa yang berani masuk kamarnya saat suaminya dinas malam, aku jamin dia tak akan menolak. Pasti”
Diam-diam ucapan Robin itu mengganggu pikiranku. Benarkah apa yang dia katakan tentang Mbak Sus? Benarkah perempuan itu sengaja mengundang birahi kami agar ada yang masuk perangkapnya?
Selama setahun kos diam-diam aku memang suka menikmati pemandangan yang tanpa tersadari sering membuat penisku tegak berdiri. Terutama payudaranya yang seperti sengaja dipamerkan dengan lebih banyak berkaus sehingga putingnya yang kehitam-hitaman tampak menonjol. Selain payudaranya yang kuperkirakan berukuran 36, pinggulnya yang besar sering membuatku terangsang. Ah betapa menyenangkan dan menggairahkan kalau saja aku bisa memasukkan penisku ke selangkangannya sambil meremas-remas payudaranya.
Setelah perbincangan iseng itu aku menjadi lebih memperhatikan gerak-gerik Mbak Sus. Bahkan aku kini sengaja lebih sering mengobrol dengan dia. Kulihat perempuan itu tenang-tenang saja meski mengetahui aku sering mencuri pandang ke arah dadanya sambil menelan air liur.
Suatu waktu ketika berjalan berpapasan tanganku tanpa sengaja menyentuh pinggulnya.
“Wah.. maaf, Mbak. Nggak sengaja..” kataku sambil tersipu malu.
“Sengaja juga nggak apa-apa kok dik”, jawabnya sambil mengerlingkan matanya.
Dari situ aku mulai menyimpulkan apa yang dikatakan Robin mendekati kebenaran. Mbak Sus memang berusaha memancing, mungkin tak puas dengan kehidupan seksualnya bersama suaminya.

Makin lama aku bertambah berani. Beberapa kali aku sengaja menyenggol pinggulnya. Eh dia cuma tersenyum-senyum. Aksi nakal pun kutingkatkan. Bukan menyenggol lagi tetapi meremas. Sialan, reaksinya sama saja. Tak salah kalau aku mulai berangan-angan suatu saat ingin menyetubuhi dia. Peluang itu sebenarnya cukup banyak. Seminggu tiga kali suaminya dinas malam. Dia sendiri telah memberikan tanda-tanda welcome. Cuma aku masih takut. Siapa tahu dia punya kelainan, yakni suka memamerkan perangkat tubuhnya yang indah tanpa ada niat lain. Namun birahiku rasanya tak tertahankan lagi. Setiap malam yang ada dalam bayanganku adalah menyusup diam-diam ke kamarnya, menciumi dan menjilati seluruh tubuhnya, meremas payudara dan pinggulnya, kemudian melesakkan penis ke vaginanya.
Suatu hari ketika rumah sepi. Empat temanku masuk kuliah atau punya kegiatan keluar, bapak dan ibu kosku menghadiri pesta pernikahan kerabatnya di luar kota, sedangkan suami Mbak Sus ke kantor. Aku mengobrol dengan dia di ruang tamu sambil menonton televisi. Semula perbincangan hanya soal-soal umum dan biasa. Entah mendapat dorongan dari mana kemudian aku mulai ngomong agak menyerempet-nyerempet.
“Saya sebenarnya sangat mengagumi Mbak Sus lo”, kataku.
“Kamu ini ada-ada saja. Memangnya aku ini bintang sinetron atau model.”
“Sungguh kok. Tahu nggak apa yang kukagumi pada Mbak?”
“Coba apa..”
“Itu..”
“Mana?”
Tanpa ragu-ragu lagi aku menyentuhkan telunjukku ke payudaranya yang seperti biasa hanya dibungkus kaus.
“Ah.. kamu ini.”
Reaksinya makin membuatku berani. Aku mendekat. Mencium pipinya dari belakang kursi tempat duduknya. Mbak Sus diam. Lalu ganti kucium lehernya yang putih. Dia menggelinjang kegelian, tetapi tak berusaha menolak. Wah, kesempatan nih. Kini sambil menciumi lehernya tanganku bergerilya di bagian dadanya. Dia berusaha menepis tanganku yang ngawur, tetapi aku tak mau kalah. Remasanku terus kulanjutkan

“Dik.. malu ah dilihat orang”, katanya pelan. Tepisannya melemah.
“Kalau begitu kita ke kamar?”
“Kamu ini nakal”, ujarnya tanpa berusaha lagi menghentikan serbuan tangan dan bibirku.
“Mbak..”
“Hmm..”
“Bolehkah mm.., bolehkah kalau saya..”
“Apa hh..”
“Bolehkah saya memegang susu Mbak yang gede itu?”
“Hmm..” Dia mendesah ketika kujilat telinganya.
Tanpa menunggu jawabannya tanganku segera menelusup ke balik kausnya. Merasakan betapa empuknya daging yang membukit itu. Kuremas dua payudaranya dari belakang dengan kedua tanganku. Desahannya makin kuat. Lalu kepalanya disandarkan ke dadaku. Aduh mak, berarti dia oke. Tanganku makin bersemangat. Kini kedua putingnya ganti kupermainkan.
“Dik, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik.
Tanpa disuruh dua kali secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Mbak Sus. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok bawahnya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna krem. Sambil menciumi pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas vagina dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Mbak Sus menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.
“Mau apa kau sshh.. sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Mbak belum pernah dioral ya?”
“Apa itu?”
“Vagina Mbak akan kujilati.”
“Lo itu kan tempat kotor..”
“Siapa bilang?”
“Ooo.. oh.. oh ..”, desis Mbak Sus keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan vaginanya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.

Serangan pun kutingkatkan. Celananya kepelorotkan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut tak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir vaginanya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Mbak Sus kian keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya.
“Aahh.. Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh..”
“mm film biru dan bacaan porno kan banyak mm..” jawabku.
Tiba-tiba, tok.. tok.. tok. Pintu depan ada yang mengetuk. Wah berabe nih. Aksi liarku pun terhenti mendadak.
“Sst ada tamu Mbak”, bisikku.
“Cepat kau sembunyi ke dalam”, kata Mbak Sus sambil membenahi pakaiannya yang agak berantakan.
Aku segera masuk ke dalam kamar Mbak Sus. Untung kaca jendela depan yang lebar-lebar rayban semua, sehingga dari luar tak melihat ke dalam. Sampai di kamar berbau harum itu aku duduk di tepi ranjang. Penisku tegak mendesak celana pendekku yang kukenakan. Sialan, baru asyik ada yang mengganggu. Kudengar suara pintu dibuka. Mbak Sus bicara beberapa patah kata dengan seorang tamu bersuara laki-laki. Tidak sampai dua menit Mbak Sus menyusul masuk kamar setelah menutup pintu depan.
“Siapa Mbak?”
“Tukang koran menagih rekening.”
“Wah mengganggu saja itu orang. Baru nikmat-nikmat..”
“Sudahlah”, katanya sambil mendekati aku.
Tanpa sungkan-sungkan Mbak Sus mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat penisku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersedak. Semula Mbak Sus seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya.
Lama-lama dia akhirnya dia bisa menikmati dan mulai menirukan gaya permainan ciuman yang secara tak sadar baru saja kuajarkan.
“Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?” tanyanya di antara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar.
Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tak merepotkan, kausnya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok bawahnya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang, dan putih mulus.


“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang.” Mbak Sus pun melucuti kaus, celana pendek, dan terakhir celana dalamku. Penisku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah ke ranjang, berguling-guling, saling menindih.
“Mbak mau saya oral lagi?” tanyaku.
Mbak Sus hanya tersenyum. Aku menunduk ke selangkangannya mencari-cari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Mbak Sus mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Kelihatan dia menemukan pengalaman baru yang membius gairahnya. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan penisku ke mulutnya.
“Gantian dong, Mbak”
“Apa muat segede itu..”
Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama penisku masuk rongga mulutnya. Melihat Mbak Sus agak tersiksa oleh gaya permainan baru itu, aku pun segera mencabut penisku. Pikirku, nanti lama-lama pasti bisa.
“Sorry ya Mbak”
“Ah kau ini mainnya aneh-aneh.”
“Justru di situ nikmatnya, Mbak. Selama ini Mbak sama suami main seksnya gimana?” tanyaku sambil menciumi payudaranya.
“Ah malu. Kami main konvensional saja kok.”
“Langsung tusuk begitu maksudnya..”
“Nakal kau ini”, katanya sambil tangannya mengelus-elus penisku yang masih tetap tegak berdiri.
“Suami Mbak mainnya lama nggak?”
“Ah..” dia tersipu-sipu. Mungkin malu untuk mengungkapkan.
“Pasti Mbak tak pernah puas ya?”
Mbak Sus tak menjawab. Dia malah menciumi bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun ganti-berganti memainkan kedua payudaranya yang kenyal atau selangkangannya yang mulai berair. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.
Tetapi lama-lama aku tak tahan juga. Penisku pun sudah ingin segera menggenjot vaginanya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus vaginanya, kurasakan tubuh Mbak Sus agak gemetar.
“Ohh..” desahnya ketika sedikit demi sedikit batang penisku masuk vaginanya.
Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan, dan kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.
Tiga menit setelah kugenjot Mbak Sus menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan penisku kutingkatkan.
“Ooo.. ahh.. hmm.. sshh..” desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya.
Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat.
“Enak Mbak?” tanyaku.
“Emmhh..”
“Puas Mbak?”
“Ahh..” desahnya.
“Sekarang Mbak berbalik. Menungging.”
Aku mengatur badannya dan Mbak Sus menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya.
“Gaya apa lagi ini?” tanyanya.
“Ini gaya anjing. Senggama lewat belakang. Pasti Mbak belum pernah.”

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang dari belakang. Mbak Sus kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan tiada tara yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?” tanyaku.
“Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku.”
“Tapi kan nikmat Mbak”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Kita lanjutkan nanti malam saja ya.”
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi penisku. Sekarang Mbak yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.
Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang penisku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaikturunkan seirama genjotanku dari bawah. Mbak Sus tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi ditingkah lenguhan dan jeritannya menjelang sampai puncak. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Mbak Sus kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan penisku.
“Oh Mbak.. aku mau keluar nih ahh..”
Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam vaginanya. Mbak Sus kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan vaginanya begitu hangat menjepit penisku. Lima menit lebih kami dalam posisi relaksasi seperti itu.
“Vaginamu masik nikmat Mbak”, bisikku sambil mencium bibir mungilnya.
“Penismu juga nikmat, Dik.”
“Nanti kita main dengan macam-macam gaya lagi.”
“Ah Mbak memang kalah pintar dibanding kamu.”
Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan.

“Mbak kalau pengin bilang aja ya.”
“Kamu juga. Kalau ingin ya langsung masuk ke kamar Mbak. Tetapi sst.. kalau pas aman lo.”
“Mbak mau nggak main ramai-ramai?”
“Maksudmu gimana?”
“Ya misalnya aku mengajak salah satu teman dan kita main bertiga. Dua lawan satu. Soalnya Mbak tak cukup kalau cuma dilayani satu cowok.”
“Ah kamu ini ada-ada saja. Malu ah..”
“Tapi mau mencoba kan?”
Mbak Sus tidak menjawab. Dia malah kemudian menciumi dan menggumuli aku habis-habisan. Ya aku terangsang lagi jadinya. Ya penisku tegak lagi. Ya akhirnya aku mesti menggenjot dan menembaknya sampai dia orgasme beberapa kali. Ah Mbak Sus, Mbak Sus aku jadi kangen sama memek mu itu .

SELESAI...